Case Study : (Part 2) Chapter 8
“Are
We Ready For Cyberwarfare?”
( Apakah Kita
Siap Untuk Kejahatan Dunia Maya)
Bagi kebanyakan dari
kita, internet adalah alat yang digunakan untuk mengirim e-mail, berita-berita,
hiburan-hiburan, bersosialisi dan berbelanja. Tetapi untuk ahli-ahli pengamanan
komputer yang bergabung dengan agen-agen pemerintahan dan kontraktor-kontraktor
pribadi, juga rekan-rekan hacker dari
seluruh dunia, internet telah menjadi medan perang—sebuah area perang dimana
perang cyber menjadi lebih sering dan
teknik-teknik hacking menjadi lebih
maju. Perang cyber menjadi
sebuah tantangan yang unik dan
menakutkan bagi ahli-ahli pengamanan, selain mendeteksi dan mencegah gangguan
juga menelusuri pelaku dan membawa mereka ke pengadilan.
Perang cyber bisa berupa banyak hal. Sering
kali, hacker-hacker menggunakan botnet-botnet, sebuah ledakan
jaringan-jaringan dari beberapa komputer yang mereka kontrol menggunakan
program virus pengintai dan program-program virus lainnya, untuk meluncurkan
dengan skala besar serangan DDoS pada
server-server target mereka. Beberapa metode lain membuat para pengacau dapat
mengakses komputer-komputer yang terlindungi dari jauh dan menyalin atau
menghapus e-mail dan data-data dari mesin, atau bahkan mengawasi dari jauh para
pengguna menggunakan lebih banyak program canggih. Untuk para penjahat cyber, keuntungan dari perang cyber adalah bahwa mereka dapat
berkompetisi menggunakan tenaga super tradisional dengan biaya yang sedikit,
contohnya, membangun sebuah gudang senjata nuklir. Karena dengan semakin
berkembangnya kerangka teknologi modern akan mengandalkan internet untuk
mengfungsikannya, pejuang cyber akan
kekurangan target-target yang mempunyai maksud jahat.
Perang cyber juga bersangkutan dengan bertahan
dari beberapa tipe serangan. Hal tersebut adalah fokus utama dari agen-agen
intelejen Amerika. Saat ini Amerika berada di garis terdepan dari
teknologi-teknologi perang cyber,
Amerika tidak bisa memelihara dominasi secara teknologi karena secara relatif
biaya rendah dari teknologi-teknologi dibutuhkan untuk menjaga dari beberapa
serangan itu. Pada kenyataannya, para hacker
di seluruh dunia telah mulai melakukannya dengan sungguh-sungguh. Pada Juli
2009, 27 agen-agen pemerintah Amerika dan Korea Selatan dan beberapa organisasi
lainnya di terpukul oleh serangan DDoS. Diestimasikan
ada 65.000 isi komputer keluar dengan menggunakan botnet membanjiri website
dengan permintaan akses.
Serangan-serangannya
tidak canggih, namun serangannya tersebar luas dan memperpanjang, sukses
memperlambat beberapa site milik
Amerika dan memberhentikan secara paksa beberapa site milik Korea Selatan. Korea Utara atau beberapa kelompok
pro-Korea Utara menjadi tersangka di belakang serangan tersebut, tetapi
pemerintahan Pyongysng menolak dengan tegas keterlibatan apapun. Satu-satunya
hal positif dari beberapa serangan tersebut adalah bahwa hanya website milik agen-agen tersebut yang
dikenai serangan. Namun bagaimanapun, gangguan-gangguan lainnya memberi kesan
bahwa para hacker telah memiliki
potensi sebegitu besar untuk melakukan aksi yang lebih berbahaya lainnya pada
perang cyber. Admisi penerbangan
pemerintah (FAA), yang mengawasi aktivitas perusahaan penerbangan Amerika,
telah menjadi subjek untuk beberapa serangan yang berhasil pada sistem mereka,
termasuk pada 2006 ketika sebagian sistem data lalu lintas udara dibuat mati di
Alaska.
Pada 2007 dan 2008,
beberapa mata-mata komputer berhasil masuk ke dalam sebuah proyek, Joint Strike Fighter, senilai $300
milyar milik Pentagon. Para pengacau bisa menyalin dan menyedot beberapa TB
data yang berhubungan dengan rancangan dan beberapa sistem elektronik, yang
berpotensi bisa membuat mereka lebih mudah dalam berjaga melawan penyerang
ketika secepatnya di produksi. Para pengacau masuk melalui beberapa titik yang
mudah diserang dari 2 atau 3 pekerjaan kontraktor pada proyek Fighter Jet. Kebetulan, beberapa
komputer yang berisi data paling sensitif tidak terkoneksi ke internet, dan
oleh karena itu tidak bisa di akses oleh para pengacau. Pihak resmi Amerika
mengatakan bahwa serangan ini bermula di China, dan bahwa China telah
melangsungkan pengembangan secara bertahap untuk mengembangkan beberapa teknik
dalam perang online. China membantah tuntutan-tuntutan tersebut, dan menyatakan
bahwa media Amerika telah mengacu pada hal telah lalu, era perang dingin telah
membuat pemikiran mereka salah, dan bahwa para hacker China tidak mempunyai cukup kemampuan untuk menyiapkan
sebuah serangan sebesar itu.
Pada Desember 2009,
menurut laporan para hacker telah
mencuri sebuah slide powerpoint yang rahasia berisi data mendetail strategi
Amerika dan Korea Selatan dalam menghadapi perang melawan Korea Utara. Di Iraq,
para pemberontak menangkap pemangsa beberapa makanan lebah menggunakan program
yang mereka unduh dari internet. Di Awal tahun 2009, pada bulan April, para
mata-mata cyber menerobos jaringan
elektrik Amerika, menggunakan titik-titik lemah dimana beberapa komputer di
dalam jaringan terhubung ke internet, dan meninggalkan beberapa program yang
bertujuan tidak jelas, namun rupanga dapat menganggu sistem. Beberapa laporan
mengindikasikan bahwa mata-mata tersebut mula-mula berada di beberapa jaringan
komputer di China dan Russia. Lagi-lagi, kedua nya membantah keterlibatannya.
Menjawab hal tersebut dan beberapa campur
tangan lainnya, pemerintah federal meluncurkan program yg disebut “Perfect
Citizen” untuk mendeteksi serangan cyber kepada perusahaan-perusahaan swasta
yang bergerak di bidang infrastruktur yang penting. Badan keamaan nasional
amerika (NSA) berencana untuk memasang
sensor di jaringan komputer di
infrastruktur penting yang akan diaktifkan ketika ada kegiatan yang tidak biasa
yang usaha serangan cyber. Jaringan kontrol komputer yang besar dan sudah lama terkoneksi
ke internet akan menjadi fokus pertama karena kerentanan mereka untuk diserang
secara cyber. NSA sepertinya akan memulai dari jaringan listrik, nuklir dan
sistem kontrol lalu lintas udara dengan pengaruh terbesar pada keamanan
nasional.
Sampai ditulisnya tulisan ini. Sebagian besar
agensi federal akan mendapat nilai dalam performa mereka memenuhi standar dari
undang-undang Federal mengenai keamaan sistem informasi, yang merupakan
standar-standar yang terbaru di sahkan. Dalam setiap kejadian cyberwarfare , setiap pemerintahan dari negera
yang di duga bertanggung jawab telah secara tegas menolak tuduhan. Bagaimana
ini bisa terjadi? Alasan paling kuat adalah hampir tidak mungkin nya melacak
identitas dari setiap penyerangan melalui cyberspace. Membuat penyangkalan
menjadi hal yang mudah.
Kekhawatiran nyata dari para pakar keamanan
dan pemerintah adalah undang-undang cyberwar terhadap sumber daya kritis
seperti listrik, sistem finansial atau sistem komunikasi. Sebelumnya pemerintah
AS tidak memiliki kebijakan yang jelas mengenai bagaimana negara harus merespon
terhadap serangan cyber pada tingkat tersebut, walau pun kelistrikan pernah di
akses hacker, namun belum sepenuhnya diserang. melalui riset selama tiga
tahunnya, badan keamanan cyber AS menyarankan untuk segera membuat kebijakan
seperti itu dan di publikasikan. Disarankan juga untuk AS membentuk kesepakatan
bersama negara-negara lain dan bersama-sama bergerak mencegah serangan-serangan
seperti itu.
Yang kedua, pengaruh dari serangan seperti
itu akan sangat merusak. Mike McConnel, mantan direktur badan intelejen
nasional, menyatakan bahwa seandainya satu saja bank besar AS berhasil
diserang, “efeknya akan begitu besar hingga ke tingkal ekonomi global” dan bahkan
bisa dibandingkan dengan serangan WTC, dan kekuatan untuk mengancam suplai
kekuangan AS bisa disamakan dengan ancaman nuklir saat ini.” Serangan tersebut
akan memberikan pengaruh yang merusak sistem finansial AS dan lebih lanjutnya
ke ekonomi dunia.
Terakhir, banyak analis industri yang cemas
akan organisasi keamanan cyber kita yang masih berantakan, tanpa adanya
pemimpin yang jelas diantara agen-agen intelejen kita. Beberapa agensi yg
berbeda, termasuk pentagon dan NSA, memiliki pandangan untuk menjadi agensi
yang memimpin dalam usaha untuk memerangi cyberwarfare ini. Pada juni 2009,
menteri pertahanan Robert Gates memerintahkan untuk membuat markas besar
pertama yang di desain untuk koordinasi usaha keamanan cyber pemerintah, yang
disebut Cybercom. Cybercom dijalankan pada mei 2010 dengan tujuan utama untuk
mengkoordinasi operasi dan perlindungan sistem komputer militer dan pentagon dengan harapan menyelesaikan masalah
organisasional.
Menangangapi masalah ini. Satu pertanyaan
kritis muncul: seberapa banyak kontrol atas penegakan keamaan cyber diberikan
kepada agensi mata-mata AS, karena mereka tidak diperbolehkan bertindak di atas
tanah AS? Serangan cyber tidak mengenal batas, jadi membedakan antara tanah AS
dan tanah luar negeri berarti agensi dalam negeri terhambat secara tidak
effisien. Misalnya saat NSA menyelidiki serangan atas laman internet pemerintah
dan menemukan bahwa serangan berasal dari Server AS, maka atas hukum sekarang,
NSA tidak bisa menyelidiki lebih lanjut.
Beberapa ahli berpendapat bahwa tidak ada
cara efektif untuk agensi dalam negeri untuk melaksanakan operasi komputer
tanpa memasuki jaringan terlarang dalam sistem jaringan AS. Atau bahkan di
negara-negara sekutu AS. NSA sudah mendapat kritikan serius atas pengintaian
besar-besaran mereka setelah peristiwa 9-11, dan ini akan memiliki pontensi
untuk memunculkan kekhawatiran akan privasi yang lainnya. Mencegah serangan
teroris atau serangan cyberwar butuh untuk meneliti pesan e-mail dari beberapa
negara atau memberikan para agensi akses lebih ke jaringan atau penyedia
layanan internet. Dibutuhkan debat terbuka tentang undang-undang pelanggaran
privasi dan apa yang boleh dilakukan pada “masa perang cyber”, yang penting
setiap saat. Hukum mungkin perlu diubah untuk mengakomodasi teknik keamanan
cyber yang lebih efektif, tapi masih belum jelas apakah ini bisa dilakukan
tanpa melangkahi hak-hak privasi yang kita anggap penting.
Atas beberapa langkah ofensif diatas, masih
belum jelas seberapa kuat kekuatan ofensif AS dalam “cyberwarfare”. Pemerintah
menjaga ketat informasi tersebut, yang hampir semuanya rahasia. Tapi mantan
pegawai militer dan intelejen mengindikasi kan bahwa kemampuan tersebut
meningkat secara drastis dalam satu atau dua tahun belakangan ini. Dan karena
melacak kriminal cyber di akui sulit, maka pertahanan terbaik merupakan
serangan yang terbaik juga.